PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Asuransi pada dasarnya merupakan persiapan yang dibuat oleh sekelompok
orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak
dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang anggota dari
perkumpulan tersebut, maka kerugian itu akan ditanggung bersama. Dalam setiap
kehidupan manusia senantiasa menghadapi kemungkinan terjadinya suatu
malapetaka, musibah dan bencana yang dapat melenyapkan dirinya atau
berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau
perusahaannya yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, ataupun
lanjut usia. Kehilangn fungsi dari pada suatu benda, seperti kecelakaan, kehilangan
akan barang dan juga kebakaran.
Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi
harta dan keluarga mereka dari akibat musibah. Usaha yang sudah maju dan
menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika kebakaran melanda tempat
usahanya. Keluarga yang terlantar ditinggal pemberi nafkah, dan usaha yang
bangkrut karena kebakaran sebenarnya tidak perlu terjadi kalau saja ada
perlindungan dari asuransi. Asuransi memang tidak bisa mencegah musibah, tapi
setidaknya bisa menanggulangi akibat keuangan yang terjadi.
BAB II
ISI
A.
Pengertian Asuransi Syariah
Dalam Undang-Undang Hukum Dagang pasal 246
disebutkan:”Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan nama
seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung dengan menerima
premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena satu kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Sedangkan menurut UU No.2 tahun 1992 tentang uasaha
perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak
atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Dari beberapa diatas, dapat diketahui setidaknya ada tiga
unsur yang ada di asuransi. Pertama, bahaya yang dipertanggungkan; kedua, premi
pertanggungan; ketiga sejumlah uang ganti rugi pertanggungan.
Mayoritas
ulama mengatakan bahwa praktik asuransi yang demikian hukumnya haram menurut
Islam, karena:
1. Adanya unsur gharar, yaitu unsur ketidakpastian tentang
hak pemegang polis dan sumber daya yang dipakai menutup klaim.
2. Adanya unsur maysir, yaitu unsur judi karena dimungkinkan
ada pihak yang diuntungkan diatas kerugian orang lain.
3. Adanya unsur riba, yaitu diperolehnya pendapatan dari
membungakan.
Asuransi dalam Islam dikenal dengan istilah takaful yang
berarti saling memikul resiko diantara sesama orang , sehingga antara satu
dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul
resiko ini dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan dimana
masing-masing mengeluarkan dana/sumbangan/derma (tabarru’) yang ditunjuk untuk
menanggung resiko tersebut. Takaful dalam pengertian tersebut sesuai dengan
surah Al Maidah(5):2 “ Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan
dan takwa, jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Asuransi syariah adalah asuransi yang berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Menurut Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/III/2002 tentang
asuransi syariah, yaitu usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara
sejumlah orang /pihak melaui investasi dalam bentuk asset/dan tabarru’/ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Jadi dasar didirikannya asuransi syariah adalah
penghayatan terhadap semangat saling bertanggung jawab, kerjasama dan
perlindungan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat , demi terciptanya
kesejahteraan umat dan masyarakat umumnya. Sebagai seorang muslim, kita wajib
percaya bahwa segala hal yang terjadi diatas tidak terlepas dari qadha dan
qadhar Allah Swt. terhadap hamba-hambanya. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah
Swt. dalam firman-Nya yang berbunyi “ Dan tiada seorangpun dapat mengetahui
dengan pasti apa yang diusahakannya esok, dan tiada seorangpun yang mengetahui
dibumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.”(QS Luqman[31]:34).
B.
Sejarah Asuransi Syariah
Secara historis, asuransi tidak pernah ada pada zaman
Nabi Muhammad Saw, sahabat dan tabi’in. Asuransi pertama kali terjadi pada
tahun 1182 m. ketika orang-orang yahudi diusir dari Prancis, untuk menjamin
resiko barang-barang mereka yang diangkut lewat laut. Pada tahun 1680 , di
London didirikan lembaga asuransi kebakaran karena kebakaran yang terjadi pada
tahun 1666 yang menghanguskan sekitar 13 ribu rumah dan 100 buah gereja.
Dalam Al Qur’an dan hadits terdapat tuntutan bermuamalah
yang benar dan baik , yaitu terhindar dari kesamaran (al gharar) ,
untung-untungan (maysir), dan riba. Oleh karena itu, hukum asuransi adalah
boleh selama terhindar dri samar, untung-untungan, dan riba. Dengan kata lain,
hukum asuransi itu boleh selama mengandung unsur:1. saling bertanggung jawab,
2. saling membantu/ kerjasama, dan 3. saling melindungi penderitaan satu sama
lain.
Kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang berdasarkan
syariah diawali dengan mulai beroperasinya bank-bank syariah. Hal tersebut
sesuai dengan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankkan dan ketentuan pelaksanaan
bank syariah. Untuk itulah pada tanggal 27 Juli 1993, ikatan Cendekiawan Muslim
se-Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa Tugu Mandiri sepakat memprakarsai
pendirian Asuransi Takaful, dengan menyusun Tim Pembentukan asuransi Takaful
Indonesia(TEPATI).
C.
Prinsi-Prinsip Asuransi Syariah
Beberapa prinsip yang
terkandung dalam asuransi Syariah yaitu :
1. Saling bekerja sama atau Bantu-membantu. Seorang muslim
bagian dari sistem kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, seorang muslim
dituntut mampu merasakan dan memikirkan
saudaranya yang akan menimbulkan sikap saling membutuhkan dalam
menyelesaikan masalah.
“Dan tolong
menolonglah kamu (dalam mengerjakan)kebaikan dan taqwa. Dan jangan
tolong,menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”(QS.Al Maidah[5];2)
2. Saling melindungi dari berbagai kesusahan dan penderitaan
satu sama lain. Hubungan sesame muslim ibarat suatu badan yabg apabila satu
anggota badan terganggu atau kesakitan maka seluruh badan akan ikut merasakan.
Maka saling membantu dan tolong-menolong
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem kehidupan masyarakat
“Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku
sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta maka, janganlah kamu
menghardiknya”’.(Adh.Duiha [93]9-10)
3. Sesama muslim saling bertanggungjawab. Kesulitan seorang
muslim dalam kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim. Sebagaimana dalam
firman Allah swt surat Ali Imran93) ayat 103.
“Dan peganglah kamu kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah
akan nikmat Allah kepamu ketika
dahulu (masa Jahilliyah) bermusuh-musuhan, maka, Allah merpersatukan hatimu,
lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang bersaudara, dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk”.
4. Menghindari unsur
gharar, maysir, dan riba.
D.
Ketentuan Operasi Asuransi Syariah
Dalam
menjalankan operasinya, asuransi berpegang pada ketentuan-ketentuan berikut:
1. Akad
Kejelasan akad dalam praktik muamalah merupakan prinsip
karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syariah.
Syarat dalam transaksi jual beli adalah penjual, pembeli
terdapatnya harga, dan barang yang diperjual belikan. Pada asuransi syariah
pertanggungan yang akan diperoleh sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah
yang akan disetorkan tidak jelas tergantung
usia kita, dan hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal.
Akad jual beli pada asuransi biasa tidak jelas/ gharar.
Yaitu berapa besar yang akan dibayarkan
atau diterima pemegang polis.
2. Gharar
Gharar adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam
pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti. Apabila rukun tidak lengkap
dari akad maka terjadi gharar, yaitu terjadi cacat hukum.
Pada asuransi konvensional, terjadi karena tidak ada
kejelasan sesuatu yang diakadkan. Yaitu meliputi beberapa sesuatu akan
diperoleh (ada, atau tidak, besar atau kecil). Tidak diketahui berapa yang akan
dibayar dan berapa lama harus membayar (hanya Allah tahu kapan kita meninggal). Ini juga disebut
gharar .
Dalam asuransi yang berprinsip syariah mengganti akad
tadi dengan niat tabarru’, yaitu suatu niat tolong-menolong kepada sesama
peserta apabila ada yang mendapat musibah.
3. Tabarru’
Tabarru’ artinya sumbangan atau derma. Tabarru bermaksud
memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama
lain sesame peserta takaful, ketika diantara mereka ada yang mendapat musibah.
Tabarru’ disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada
musibah, dana kalim diberikan dari rekening tabarru’ yang sudah diniatkan untuk
oleh sesama takaful untuk tolong-menolong.
4. Maysir
Islam menghindari adanya ketidakjelasan informasi dalam
melakukan transaksi. Maysir muncul karena tidak diketahuinya informasi oleh
peserta tentang berbagai hal yang berhubungan tentang produk yang
dikonsumsinya.
Dalam mekanisme asuransi syariah keterbukaan merupakan akselerasi dari
realisasi prinsip-prinsip syariah.
5. Riba
Keberadaan asuransi syariah yang paling substansial
disebabkan adanya ketidakadilan dalam asuransi konvensional. Semua asuransi
konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga.
Dengan demikian asuransi konvensional selalu melibatkan
diri dengan riba. Sedangkan takaful menyimpan dananya di bank berdasarkan
syariah dengan sistem mudharabah.
6. Dana Hangus
Dalam asuransi konvensional adanya dana hangus, dimana
peserta yang tidak dapat melanjutkan pembanyaran premi dan ingin mengundurkan
diri sebelum masa reversing period, maka dana peserta itu hangus. Demikian pula
asuransi non-tabungan atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak
terjadi klaim. Maka premi yang dibayarkan akan hangus sekaligus menjadi milik
pihak asuransi.
E.
Perbedaan Asuransi Syariah Dengan Asuransi Konvensional
Keterangan
|
Asuransi Syariah
|
Asuransi Konvensional
|
Pengawasan
Dewan Syariah
(PDS)
|
Adanya Dewan Pengawas Syariah. Fungsinya mengawasi
produk yang dipasarkan dan investasi dana
|
Tidak ada
|
Akad
|
Tolong –menolong (takaful)
|
Jual beli
|
Investasi Dana
|
Investasi dana berdasarkan syariah dengan system
bagi hasil (mudharabah)
|
Infestasi dana berdasarkan bunga
|
Kepemilikan Dana
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan
milik peserta. Perusahaan hanya memegang amanah untuk mengelola.
|
Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi
milikperusahaan ; perusahaan bebas menentukan investasinya
|
Pembayaran
Klaim
|
Dan rekening tabarru’ (dana kebajikan) seluruh
peserta; sejak awal sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong
menolong bila terjadi musibah.
|
Dari rekening dana perusahaan
|
Keuntungan
|
Dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai
prinsip bagi hasil (Al-mudharabah)
|
Seluruhnya menjadi milik perusahaan
|
F.
Kendala Pengembangan Asuransi Syariah
Dalam
perkembangannya, asuransi syariah menghadapi beberapa kendala, di antaranya:
1. Rendahnya tigkat perhatian masyarakat terhadap keberadaan
asuransi syariah.
2. Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa
berhubungan dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan.
3. Asuransi syariah, sebagaimana bank dan lembaga keuangan
syariah lain, masih dalam proses mencari bentuk
4. Rendahnya profesionalisme sumber daya manusia (SDM)
menghambat laju pertumbuhan asuransi syariah.
G.
Strategi Pengembangan Asuransi Syariah
Adapun
srategi yang diperlukan untuk mengembangkan asuransi syariah diantaranya
sebagai berikut :
1. Perlu strategi pemasaran yang lebih terfokus kepada upaya
untuk memenuhi pemahaman maasyarakat tentang asuransi syariah.
2. Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem syariah
tentunya aspek syiar Islam merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut.
3. Dukungan dari berbagai pihak terutama pemerintah , ulama,
akademisi dan masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam
penyelenggaraan operasi asuransi syariah.
H.
Produk Asuransi Syariah
Produk asuransi syariah merupakan representasi dari
kondisi “permintaan” masyarakat akan
keberadaan suatu produk. Maka dengan keadaan ini perlu dukungan dari berbagai
elamen masyarakat untuk menjadikan posisi asuransi syariah-dengan
produk-produknya-semakin berarti dalam pembangunan.
1. Produk Takaful Individu
Produk
takaful individu dibagi dua jenis, yaitu produk takaful individu tabungan dan
produk takaful non-tabungan. Mekanisme kerja kedua produk tersebut berbeda satu
dengan yang lainnya, walaupun begitu sistemnya tetap melarang keberadaan riba,
gharar dan maysir.
1) Produk-Produk Tabungan
a. Takaful Dana Investasi
b. Takaful Dana Haji
c. Takaful Dana Siswa
d. Takaful Jabatan
2) Produk-Produk Non-Tabungan
a. Takaful al khairat Individu
b. Takaful Kecelakaan Diri Individu
c. Takaful Kesehatan Individu
2. Produk Takaful Group
1) Takaful Al Khairat dan Tabungan Haji
2) Takaful Kecelakaan Siswa
3) Takaful Wisata dan Perjalanan
4) Takaful Kecelakaan Diri
5) Takaful Majelis Taklim
6) Takaful Pembiayaan
3. Takaful Umum
1) Takaful Kebakaran
2) Takaful Kendaraan Bermotor
3) Takaful Rekayasa
4) Takaful Pengangkutan
5) Takaful Rangka Kapal
6) Asuransi Takaful Aneka
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Asuransi syariah adalah suatu kelompok yang bertujuan
membentuk arisan untuk meringankan beban keuangan individu dan menghindari
kesulitan pembiayaan, yang dilakukan dengan tata cara syariah tanpa adanya
unsur riba, gharar dan maysir, menggunakan prinsip-prinsip asuransi syariah
yang bertujuan untuk kebaikan dan kesejahteraan umat muslim khususnya dan
masyarakat pada umumnya yang semata-mata dilakukan untuk saling meringankan
beban dengan niat ikhlas dan hanya mengharap kesejahteraan umat dan ridha Allah
Swt.
Asuaransi Syariah kini dapat kita temui diberbagai daerah
dengan istilah Takaful. Asuransi syariah ini telah mengeluarkan berbagai macam
produk asuransi yang dapat digunakan oleh masyarakat.
B.
Saran
1) Asuransi syariah perlu diperhatikan eksistensinya agar
lebih berkembang oleh pemerintah dan seluruh elemen masyarakat
2) Pemerintah lebih memfokuskan perkembagan asuransi
syariah, dengan lebih mendukung dan membantu segala program yang di buat oleh
lembaga asuransi syariah
3) Produk asuransi syariah perlu disosialisasikan lagi sehingga masyarakat
mengenal dan mengetahui segala hal yang berkaitan dengan asuransi syariah.
4) Masyarakat perlu diberikan penyuluhan tentang hukum dan
tata cara bermuamalah yang sesuai syariah, mengingat mayoritas penduduk
Indonesia adalah muslim dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang hal ini.
5) Sumber daya manusia
perlu ditingkatkan lagi khususnya dalam bidang ekonomi Islam mengingat
kurangnya para ahli dalam bidang ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ghufron,
Sofiniyah (penyunting). 2005. Sistem
Operasional Asuransi Syariah.Renaisan: Jakarta.
2. Kasmir.
2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya:
PT Raja GRafindo Persada: Jakarta.
3. Lubis, Suhrawardi. 2004. Hukum Ekonomi Islam. Sinar Grafika: Jakarta.
4. Sudarsono,
Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah. Ekonosia: Yogyakarta.
5. http://www.zulfikarfathoni.com/2013/04/asuransi-syariah.html#.U0KbHnYQ_IU (Senin, 7 April 2014 Pukul : 19.46)
No comments:
Post a Comment