16 June 2013

Perkelahian Pelajar




APA PENDAPATMU TENTANG  PERKELAHIAN PELAJAR ?

Perkelahian pelajar atau yang sering disebut tawuran memang sudah bukan hal yang asing untuk didengarkan ditelinga masyarakat.Faktanya kejadian seperti ini memang semakin marak terjadi dengan korban yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Tawuran merupakan bentuk penyimpangan sosial yang terjadi di kalangan pelajar sebagai perilaku agresi baik disengaja maupun tidak disengaja dengan maksud untuk menyakiti dan merugikan orang lain.
Banyaknya tawuran pelajar dipicu oleh beberapa faktor berdasarkan tingkatannya. Pada tingkat mikro,rendahnya kualitas pribadi dan sosial siswa mendorong mereka berperilaku yang tidak pronorma.Buruknya kualitas dan menejemen pendidikan mendorong rasa frustasi anak yang dilampiaskan pada tindakan negative,termasuk tawuran.Di tingkat makro,persoalan pengangguran kemiskinan,dan kesulitan hidup memberi sumbangan tinggi bagi terbentuknya masyarakat(termasuk siswa )yang merasa kehilangan harapan untuk hidup layak.
Namun pandangan tersebut berlawanan dengan fakta yang ditemukan dari segelintir masalah mengenai perkelahian pelajar yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia.Di Jakarta,pelajar yang didapati tidak lain berasal dari keluarga dengan ekonomi yang mapan.Penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu.Terutama di kota besar masalahnya sedemikian kompleks,meliputi faktor sosiologis,budaya,dan psikologis,juga kebijakan pemerintah dalam arti luas(kurikulum yang padat),serta kebijakan publik lainnya seperti bus,dan lain-lain.

Ø  Faktor sosiologis,
Masa remaja merupakan masa manusia mencari jati diri.Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas kelompok yang menonjolkan keegoannya.Dalam teori sosiologi diungkapkan remaja mengalami tekanan saat tidak bergabung dalam suatu komunitas.Mereka akan dikucilkan dari anggota kelompok dan teman-teman sepermainannya.Setelah kelompok terbentuk akan muncul ikatan batin untuk tetap menjaga harga diri kelompoknya.Tidak heran ketika kelompoknya diremehkan,emosionalnya akan berbicara.
Ø  Faktor budaya,
Menurut pendapat Bayu Wahyono,dosen sosiologi universitas negeri yogyakarta,perkelahian pelajar ini umumnya dipicu masalah yang terjadi dalam jangka waktu yang lama.Pada umumnya,permasalahan itu diwariskan turun-temurun dari kakak kelas mereka.Contohnya saja,pelampiasan kakak kelas kepada juniornya sebagai balas dendam yang dilakukan kepada mereka sewaktu menjadi junior pada saat MOS atau LDK.Hal ini akan terus berlanjut dari kakak kelas ke tahun-tahun berikut dan menjadi tradisi bagi setiap pelaksana MOS atau LDK.

Ø  Faktor psikologis,
menganggap bahwa perkelahian yang terjadi dikalangan remaja sebagai saah satu bentuk kenalakan remaja (juvenile delinquency).Deliquency dalam hal ini dibagi dua,yaitu delinquency situasional dimana perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi demi memecahkan masalah yang dihadapinya secara cepat. Para pelajar belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih apa saja agar tujuannya tercapai. Pemicu utama kekerasan di kalangan remaja adalah adanya dorongan spontan yang timbul karena adanya sebuah rangsangan yang dapat berasal dari sekolah,masyarakat,bahkan keluarga. Remaja mengaplikasikan apa yang ditemuinya sehari-hari dalam kehidupannya,salah satu modelnya adalah kekerasan. Misalnya,perlakuan ibu terhadap mereka,ayah terhadap ibunya,atau guru kepada muridnya. Berdasarkan riset yang dilakukan,media juga mengambil peran yang cukup besar.Reality show yang ditayangkan media massa kerap kali memperlihatkan kekerasan secara detail dan menyeluruh.Budaya kekerasan seperti inilah yang akan akan sangat mudah berakar dalam diri remaja/pelajar.Sehingga menjadi benih-benih budaya tolak munculnya kekerasan yang mereka wujudkan dalam tawuran. Sedangkan deliquency sistematik,para palajar yang terlibat perkelahian itu berada dalam organisasi tertentu atau geng.

Ø  Faktor kebijakan pemerintah dalam arti luas (kurikulum yang padat),serta kebijakan publik lainnya seperti bus,dan lain-lain.
Kurangnya sarana dan prasarana yang membuat pelajar tidak betah di sekolah.Tuntutan untuk menaati kurikulum dan mencapai prestasi yang terbaik terus menekankan pelajar.Tekanan ini akan terakumulasi dan dapat dan dapat muncul dalam identitas negative;salah satunya adalah meluapkan emosi dalam bentuk tawuran.

’’Remaja berada dalam masa heroisme,yaitu masa disaat mereka baru memproduksi energi-energi yang besar.Apabila tidak ada wadah yang tepat untuk menyalurkan energi-energi tersebut mereka akan mudah terseret ke pergaulan yang salah. Misalnya saja dengan membentuk geng-geng dari kelompok-kelompok anarkis yang menjadi bibit-bibit perkelahian antar pelajar”(Chistina S Handayani seorang psikolog universitas sanata dharma).

DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR

Perkelahian antar pelajar ini sangat merugikan banyak pihak,antara lain :
Ø  Pelajar (dan keluarganya)yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negative pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
Ø  Rusaknya fasilitas umum seperti bus,halte,dan fasilitas lainnya serta fasilitas pribadi seperti kaca,toko,dan kendaraan.
Ø  Terganggunya proses belajar di sekolah.
Ø  Melahirkan dendam berkepanjangan bagi pelaku yang terlibat didalamnya dan sering berlanjut pada tahun-tahun berikut.
Ø  Berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi,perdamaian,dan nilai-nilai hidup orang lain.

SOLUSI
DI DALAM PRIBADI DIRI SENDIRI

Ø  Memandang masa remaja merupakan periode strom n drang(topan dan badai) dimana gejala emosi dan tekanan jiwa akan sangat mudah menyimpang jika di dalam diri tidak terdapat pemahaman dan penanaman nilai dan norma kehidupan.
Ø  Mengisi waktu luang dengan kegiatan bermanfaat seperti mengikuti kursus atau kegiatan eksterkulikuler di sekolah.

DI LINGKUNGAN KELUARGA
Ø  Mengasuh anak dengan penuh kasih sayang,memberikan penanaman disiplin sejak dini,ajaran membedakan yang haq dan bathil,memberikan kemandirian serta mengajarkan kebebasan yang bertanggung jawab pada anak.
Ø  Menciptakan suasana hangat dan bersahabat yang membuat anak betah di rumah.
Ø  Meluangkan waktu untuk kebersamaan anak dan orang tua serta tidak menunjukkan perilaku yang mendorong anak untuk melakukan kekerasan.
Ø  Memperkuat kehidupan beragama bukan hanya dalam ritual keagamaan tetapi juga penanaman akan nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ø  Melakukan perbatasan dalam menonton adegan film yang terdapat tindakan kekerasannya dan melakukan pemilihan permainan video game yang cocok dengan usia anak.

DI LINGKUNGAN SEKOLAH
Ø  Misalnya saja dengan mengadakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah yang lebih intensif dan teratur.Seperti melaksanakan pendidikan dengan model”Quantum Learning“,yakni pendidikan dengan cara berfikir siswa.Dalam Quantum Learning guru tidak bisa dengan otoriter memaksakan pendapatnya yang paling benar.Tetapi siswa diajarkan untuk mengkaji kebenaran nilai-nilai dari suatu perbedaan pendapat .Sistem pendidikan seperti dipelopori oleh David Golemen. Hal ini dapat mengalihkan perhatian siswa dari tindak perkelahian.Pengadaan kegiatan yang berbasisi system multikulturalisme (mampu menerima perbedaan yang ada tanpa menjadikannya sebuah masalah) dapat menjadi solusi tepat dalam menghadapi perselisihan yang ada.Siswa akan dapat menghargai pendapat orang lain dan mengerti makna sesungguhnya dari bertoleransi.
Ø  Mengadakan pembenahan komunikasi dengan pihak yang bersengketa dengan orang tua sebagai perantara.Salah satunya dengan menjembatani perbedaan yang ada.

DI LINGKUNGAN MASYARAKAT
Ø  LSM dan aparat kepolisian dapat mengadakan penyuluhan mengenai bahaya tawuran di sekolah-sekolah.
Ø  Aparat kepolisian mengadakan pengawasan yang lebih intensif di tempat-tempat umum yang rawan terjadi tawuran.
 



















DAFTAR PUSTAKA


Prabowo,H.1998.“Seri Diklat Kuliah:Pengantar Psikologi lingkungan.”Depok :Fakultas Psikologi,Universitas Guna Dharma

Sarwono,S.W.2002.“Psikologi Sosial(Individu Dan Teori Psikologi Sosial)”.Jakarta : Balai Pustaka

No comments: