APA
PENDAPATMU TENTANG PERKELAHIAN PELAJAR ?
Perkelahian
pelajar atau yang sering disebut tawuran memang sudah bukan hal yang asing
untuk didengarkan ditelinga masyarakat.Faktanya kejadian seperti ini memang
semakin marak terjadi dengan korban yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Tawuran
merupakan bentuk penyimpangan sosial yang terjadi di kalangan pelajar sebagai
perilaku agresi baik disengaja maupun tidak disengaja dengan maksud untuk
menyakiti dan merugikan orang lain.
Banyaknya tawuran pelajar dipicu oleh beberapa
faktor berdasarkan tingkatannya. Pada tingkat mikro,rendahnya kualitas pribadi
dan sosial siswa mendorong mereka berperilaku yang tidak pronorma.Buruknya
kualitas dan menejemen pendidikan mendorong rasa frustasi anak yang
dilampiaskan pada tindakan negative,termasuk tawuran.Di tingkat makro,persoalan
pengangguran kemiskinan,dan kesulitan hidup memberi sumbangan tinggi bagi
terbentuknya masyarakat(termasuk siswa )yang merasa kehilangan harapan untuk
hidup layak.
Namun pandangan tersebut berlawanan dengan fakta
yang ditemukan dari segelintir masalah mengenai perkelahian pelajar yang
terjadi di beberapa kota besar di Indonesia.Di Jakarta,pelajar yang didapati
tidak lain berasal dari keluarga dengan ekonomi yang mapan.Penyebab perkelahian
pelajar tidaklah sesederhana itu.Terutama di kota besar masalahnya sedemikian
kompleks,meliputi faktor sosiologis,budaya,dan psikologis,juga kebijakan
pemerintah dalam arti luas(kurikulum yang padat),serta kebijakan publik lainnya
seperti bus,dan lain-lain.
Ø Faktor sosiologis,
Masa remaja merupakan masa manusia mencari jati
diri.Pencarian tersebut direfleksikan melalui aktivitas kelompok yang
menonjolkan keegoannya.Dalam teori sosiologi diungkapkan remaja mengalami
tekanan saat tidak bergabung dalam suatu komunitas.Mereka akan dikucilkan dari
anggota kelompok dan teman-teman sepermainannya.Setelah kelompok terbentuk akan
muncul ikatan batin untuk tetap menjaga harga diri kelompoknya.Tidak heran
ketika kelompoknya diremehkan,emosionalnya akan berbicara.
Ø Faktor budaya,
Menurut pendapat Bayu Wahyono,dosen sosiologi
universitas negeri yogyakarta,perkelahian pelajar ini umumnya dipicu masalah
yang terjadi dalam jangka waktu yang lama.Pada umumnya,permasalahan itu
diwariskan turun-temurun dari kakak kelas mereka.Contohnya saja,pelampiasan
kakak kelas kepada juniornya sebagai balas dendam yang dilakukan kepada mereka
sewaktu menjadi junior pada saat MOS atau LDK.Hal ini akan terus berlanjut dari
kakak kelas ke tahun-tahun berikut dan menjadi tradisi bagi setiap pelaksana
MOS atau LDK.
Ø Faktor psikologis,
menganggap
bahwa perkelahian yang terjadi dikalangan remaja sebagai saah satu bentuk
kenalakan remaja (juvenile delinquency).Deliquency dalam hal ini dibagi dua,yaitu
delinquency situasional dimana perkelahian terjadi karena adanya situasi yang
mengharuskan mereka untuk berkelahi demi memecahkan masalah yang dihadapinya
secara cepat. Para pelajar belajar bahwa
kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan
karenanya memilih apa saja agar tujuannya tercapai. Pemicu utama kekerasan di
kalangan remaja adalah adanya dorongan spontan yang timbul karena adanya sebuah
rangsangan yang dapat berasal dari sekolah,masyarakat,bahkan keluarga. Remaja
mengaplikasikan apa yang ditemuinya sehari-hari dalam kehidupannya,salah satu
modelnya adalah kekerasan. Misalnya,perlakuan ibu terhadap mereka,ayah terhadap
ibunya,atau guru kepada muridnya. Berdasarkan riset yang dilakukan,media juga
mengambil peran yang cukup besar.Reality show yang ditayangkan media massa
kerap kali memperlihatkan kekerasan secara detail dan menyeluruh.Budaya
kekerasan seperti inilah yang akan akan sangat mudah berakar dalam diri
remaja/pelajar.Sehingga menjadi benih-benih budaya tolak munculnya kekerasan
yang mereka wujudkan dalam tawuran. Sedangkan deliquency sistematik,para
palajar yang terlibat perkelahian itu berada dalam organisasi tertentu atau
geng.
Ø
Faktor kebijakan
pemerintah dalam arti luas (kurikulum yang padat),serta kebijakan publik
lainnya seperti bus,dan lain-lain.
Kurangnya sarana dan prasarana yang membuat pelajar
tidak betah di sekolah.Tuntutan untuk menaati kurikulum dan mencapai prestasi
yang terbaik terus menekankan pelajar.Tekanan ini akan terakumulasi dan dapat
dan dapat muncul dalam identitas negative;salah satunya adalah meluapkan emosi
dalam bentuk tawuran.
’’Remaja berada dalam masa heroisme,yaitu masa
disaat mereka baru memproduksi energi-energi yang besar.Apabila tidak ada wadah
yang tepat untuk menyalurkan energi-energi tersebut mereka akan mudah terseret
ke pergaulan yang salah. Misalnya saja dengan membentuk geng-geng dari
kelompok-kelompok anarkis yang menjadi bibit-bibit perkelahian antar
pelajar”(Chistina S Handayani seorang psikolog universitas sanata dharma).
DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR
Perkelahian antar pelajar ini sangat merugikan
banyak pihak,antara lain :
Ø Pelajar (dan keluarganya)yang terlibat perkelahian
sendiri jelas mengalami dampak negative pertama bila mengalami cedera atau
bahkan tewas.
Ø Rusaknya fasilitas umum seperti bus,halte,dan
fasilitas lainnya serta fasilitas pribadi seperti kaca,toko,dan kendaraan.
Ø Terganggunya proses belajar di sekolah.
Ø Melahirkan dendam berkepanjangan bagi pelaku yang
terlibat didalamnya dan sering berlanjut pada tahun-tahun berikut.
Ø Berkurangnya penghargaan siswa terhadap
toleransi,perdamaian,dan nilai-nilai hidup orang lain.
SOLUSI
DI DALAM
PRIBADI DIRI SENDIRI
Ø Memandang masa remaja merupakan periode strom n
drang(topan dan badai) dimana gejala emosi dan tekanan jiwa akan sangat mudah
menyimpang jika di dalam diri tidak terdapat pemahaman dan penanaman nilai dan
norma kehidupan.
Ø Mengisi waktu luang dengan kegiatan bermanfaat
seperti mengikuti kursus atau kegiatan eksterkulikuler di sekolah.
DI
LINGKUNGAN KELUARGA
Ø Mengasuh anak dengan penuh kasih sayang,memberikan penanaman
disiplin sejak dini,ajaran membedakan yang haq dan bathil,memberikan
kemandirian serta mengajarkan kebebasan yang bertanggung jawab pada anak.
Ø Menciptakan suasana hangat dan bersahabat yang
membuat anak betah di rumah.
Ø Meluangkan waktu untuk kebersamaan anak dan orang
tua serta tidak menunjukkan perilaku yang mendorong anak untuk melakukan
kekerasan.
Ø Memperkuat kehidupan beragama bukan hanya dalam
ritual keagamaan tetapi juga penanaman akan nilai moral yang terkandung dalam
agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ø Melakukan perbatasan dalam menonton adegan film
yang terdapat tindakan kekerasannya dan melakukan pemilihan permainan video
game yang cocok dengan usia anak.
DI
LINGKUNGAN SEKOLAH
Ø Misalnya saja dengan mengadakan Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) di sekolah yang lebih intensif dan teratur.Seperti melaksanakan
pendidikan dengan model”Quantum Learning“,yakni pendidikan dengan cara berfikir
siswa.Dalam Quantum Learning guru tidak bisa dengan otoriter memaksakan
pendapatnya yang paling benar.Tetapi siswa diajarkan untuk mengkaji kebenaran
nilai-nilai dari suatu perbedaan pendapat .Sistem pendidikan seperti dipelopori
oleh David Golemen. Hal ini dapat mengalihkan perhatian siswa dari tindak
perkelahian.Pengadaan kegiatan yang berbasisi system multikulturalisme (mampu
menerima perbedaan yang ada tanpa menjadikannya sebuah masalah) dapat menjadi
solusi tepat dalam menghadapi perselisihan yang ada.Siswa akan dapat menghargai
pendapat orang lain dan mengerti makna sesungguhnya dari bertoleransi.
Ø Mengadakan pembenahan komunikasi dengan pihak yang
bersengketa dengan orang tua sebagai perantara.Salah satunya dengan
menjembatani perbedaan yang ada.
DI
LINGKUNGAN MASYARAKAT
Ø LSM dan aparat kepolisian dapat mengadakan
penyuluhan mengenai bahaya tawuran di sekolah-sekolah.
Ø Aparat kepolisian mengadakan pengawasan yang lebih
intensif di tempat-tempat umum yang rawan terjadi tawuran.
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo,H.1998.“Seri Diklat Kuliah:Pengantar Psikologi
lingkungan.”Depok :Fakultas Psikologi,Universitas Guna Dharma
Sarwono,S.W.2002.“Psikologi Sosial(Individu Dan Teori
Psikologi Sosial)”.Jakarta : Balai Pustaka
No comments:
Post a Comment