Sikap dan Perilaku Mahasiswa
Mahasiswa sebagai bagian dari
generasi muda yang juga merupakan warga negara hendaknya memberikan rasa
percaya pada masyarakat, bahwa merekalah yang menggantikan tongkat estafet kepemimpinan
bangsa ini di kemudian hari. Peran mahasiswa sebagai agent of changes tidak
diragukan lagi, sebab di negara mana pun di dunia ini, mahasiswa tampil sebagai
pionir pembaharuan dalam suatu negara, termasuk Indonesia. Oleh karena itu,
mahasiswa harus memiliki sikap dan perilaku yang positif. Mahasiswa harus
memiliki sikap dan perilaku kreatif, kritis, kooperatif, dan etis. Sikap dan
perilaku ini sangat dibutuhkan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat
di era global.
Sikap dan Perilaku
Kreatif dan Kritis Sikap dan
perilaku kreatif dan kritis dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: proses,
pribadi, lingkungan, dan produk. Dilihat dari proses, mahasiswa diharapkan
mampu melaksanakan tugas-tugas yang sifatnya divergen, yang ditandai dengan adanya
ketertarikan untuk berdiskusi, mampu menyelesaikan masalah, mampu menyelesaikan
tugas, mampu bekerjasama, dan mampu menyelesaikan persoalan yang bersifat
menantang.
Selain itu, mahasiswa juga harus
mampu mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta ada kebaruan dalam solusi
yang ditawarkan.Dilihat dari sudut pribadi, mahasiswa diharapkan memiliki
komitmen yang tinggi terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya yang
ditandai dengan disiplin dan daya juang yang tinggi. Dilihat dari aspek produk,
mahasiswa diharapkan dapat menghasilkan karya/produk (baik konsep maupun benda)
yang inovatif dan ditandai kebaruan (novelty), kemenarikan, dan kemanfaatan.
Kooperatif
Sikap kooperatif terkait dengan
kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan kelompok yang
ditandai dengan keinginan untuk berkontribusi dalam kelompok, tidak mendominasi
kelompok, dan memberi kesempatan orang lain untuk berpartisipasi. Sikap
kooperatif juga terkait dengan kemampuan berkomunikasi yang ditandai sikap
asertif (mampu menyampaikan pikiran, perasaan, dan keinginan tanpa merugikan
pihak lain); mampu berkomunikasi secara lisan, tertulis, verbal, nonverbal
secara jelas, sistematis tidak ambigu; menjadi pendengar yang baik; merespon
dengan tepat (sesuai dengan substansi dan caranya); dan dapat memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.
Selain itu, sikap kooperatif juga
terkait dengan kemampuan membangun sikap saling percaya (trust). Sikap ini
ditandai dengan adanya komitmen dan disiplin yang bersifat terbuka dalam
menerima pendapat orang lain (openness), berbagi informasi (sharing), memberi
dukungan (support) dengan cara elegant dan gentle, menerima orang lain
(acceptance) dengan tulus, terampil mengelola konflik, mampu mengubah situasi
konflik menjadi situasi problem solving, serta jeli dalam mengkritisi
ide/gagasan dari orang lain dan bukan mencela orangnya (personal).
Etis
Sikap etis dalam etika pergaulan
baik akademik maupun dalam kehidupan sehari-hari ditandai dengan sikap jujur,
berpikir positif, bertatakrama, dan taat hukum. Sikap jujur ditandai dengan
tidak melakukan plagiat, berani mengakui kesalahan dan menerima diri apa
adanya, tidak ragu-ragu mengapresiasi orang lain, tidak melakukan pemalsuan
(termasuk tanda tangan presensi kuliah, pembimbingan, dan urusan administrasi
lainnya), membangun dan mengembangkan sikap saling percaya di antara sivitas
akademika, serta mampu menyampaikan pendapat sesuai dengan fakta (data).
Berpikir positif ditandai dengan
adanya sikap adil dan objektif (tidak apriori terhadap orang atau kelompok
lain), toleransi/apresiasi (menerima dan menghargai keragaman atau perbedaan,
termasuk perbedaan pendapat), dan dapat bekerjasama dengan semua orang (tanpa
melihat perbedaan latar belakang suku, agama, ras, atau golongan). Sikap
bertatakrama ditandai dengan bertutur kata santun yang tetap berpikir kritis
(santun dalam berargumen, misalnya ditunjukkan dengan penggunaan istilah,
salam, maaf, permisi, terima kasih); berpenampilan dan berperilaku sopan baik
dalam tingkah laku maupun tatacara berpakaian (bersih, rapi, dan atau menutup
aurat bagi yang merasa perlu); serta menghormati tradisi serta norma masyarakat
lokal/setempat.
Sikap taat hukum ditandai dengan
sikap dan perilaku mematuhi peraturan walaupun secara fisik tidak ada yang mengawasi;
tidak mengkonsumsi minuman keras dan atau narkoba; tidak memiliki barang
illegal; tidak melakukan perusakan lingkungan hidup (bioetik); menolak budaya
instan (jalan pintas) yang mendorong pelanggaran akademik (menyontek, menjiplak
tugas/karya tulis, melakukan perjokian, dan suap-menyuap); serta tidak
melakukan perbuatan yang merugikan negara, lembaga, atau orang lain.
reference from http://www.unej.ac.id/index.php/sikap.html
D.
Etika Penampilan
Dalam
aktifitas pembelajaran di perguruan tinggi, mahasiswa akan menghadapi
berbagai
situasi dan kondisi yang menuntut adanya penampilan yang sesuai dengan status
perguruan
tinggi sebagai tempat pembelajaran formal di dunia pendidikan. Mahasiswa akan
lebih
banyak berhadapan dengan situasi kampus yang menuntut sikap dan perilaku yang
professional
sebagai sosok intelektual dalam bagian civitas akademika perguruan tinggi.
Untuk
itu mahasiswa harus mampu menempatkan diri dalam pergaulan di dunia kampus yang
memiliki
karakteristik unik dibanding lembaga pendidikan lain, khususnya yang tidak
formal.
Mahasiswa
diharapkan dapat berfikir dan bersikap ilmiah manakala berhadapan dengan
proses
pengajaran yang memberikan banyak ilmu dan pengetahuan sesuai bidang
keilmuannya.
Mahasiswa harus bisa menempatkan diri dengan performance yang baik
manakala
berdialog dan berdiskusi dengan para pengajar atau staf administrasi dan
mahasiswapun
diharapkan dapat memberikan ketauladanan saat berada di lingkungan
masyarakat
luar dengan penampilan dan perilaku yang santun sebagai seorang akademisi.
Untuk
menjaga dan menuntaskan harapan-harapan ini tidak ada jalan lain bagi
seorang
mahasiswa mulai belajar bagaimana harus berpenampilan, berperilaku dan bergaul
dengan
sesama civitas akademika sesuai dengan nilai-nilai dunia perguruan tinggi
sebagai
lembaga
akademik keilmuan dan nilai-nilai social kemasyarakatan yang dipilih di dunia
perguruan
tinggi dalam mengembangkan institusinya. Nilai-nilai inilah yang diharapkan
dapat
ikut menuntun dan menjadi pedoman mahasiswa untuk berperilaku sehari-hari baik
di
dalam
kampus maupun di luar kampus. Bahkan nilai-nilai inilah yang akan menjadi
control
eksternal
jika mahasiswa salah dalam mengambil sikap dan perilaku.
Pada
dasarnya performance (penampilan) itu dibagi dua macam, yaitu penampilan
fisik
dan penampilan batin. Penampilan fisik dapat dilihat dan diukur. Sedangkan
penampilan
batin
sebaliknya, sebab merupakan sesuatu yang abstrak. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan
dalam berpenampilan, antara lain yang terkait dengan pakaian,
kesucian/kebersihan
dan sikap diri.
1. Islam menetapkan bahwa pakaian yang
dikenakan hendaklah menutup aurat. Ulama
berkesimpulan
bahwa pada hekekatnya menutup aurat adalah fitrah manusia yang
diaktualkan
pada saat ia memiliki kesadaran. Salah satu cara dalam menutup aurat adalah
dengan
menggunakan pakaian sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.
Islam juga menetapkan perlunya menjaga kebersihan/kesucian pakaian dan tubuh
serta
keindahannya.
Hal ini bukan saja akan menambah baik penampilannya juga akan
memelihara
dirinya dari berbagai penyakit. Misalnya mandi, berwudlu, mensucikan
pakaian,
membersihkan dan merapikan bagian-bagian tubuh dan sebagainya.
3.
Islam juga meminta kita memperhatikan sikap berjalan. Ada yang mengatakan bahwa
perilaku
dalam berjalan dapat mencerminkan kondisi psikologis atau kepribadian
seseorang.
Islam meminta kita tidak berjalan dengan kesombongan yang ditandai dengan
tidak
memperhatikan lingkungan sekitar, tidak menyapa saat bertemu dengan teman atau
orang
lain, sulit tersenyum atau bermuka masam.
Disamping
itu dalam membahas hubungan dengan penampilan dan pergaulan, Islam
pada
dasarnya tidak melarang mentah-mentah pergaulan antara laki-laki dengan
peempuan
sebagaimana
tidak membiarkan sebebas-bebasnya pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Islam
telah memberikan rambu-rambu agar pergaulan yang terjadi antara laki-laki dan
perempuan
itu menjadi pergaulan yang sehat dan benar. Di antara rambu-rambu tersebut
adalah:
1.
Islam melarang keras berdua-duaan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan
muhrimnya,
sebab hal ini akan menjadi pemicu terjadinya perbuatan dosa.
2.
Islam
melarang memandang lain jenis dengan syahwat, sebab pandangan mata
kepada
lain jenis yang disertai dengan syahwat adalah pintu pembuka terjadinya
kejahatan.
3.
Islam
melarang melihat atau mempertontonkan Aurat. Larangan agar tidak melihat
atau
memperlihatkan aurat kepada orang lain dimaksudkan agar manusia mampu
menjaga
kemulyaan dirinya. Termasuk dalam menjaga aurat adalah memilih mode
dan
bentuk pakaian, sebab banyak ditemukan model-model pakaian yang
membungkus
aurat akan tetapi justru menonjolkan aurat. Misalnya pakaian-pakain
yang
ketat yang menampakkan lekuk-lekuk tubuh pemakainya, atau pakaian yang
memiliki
sobekan panjang yang dengan gerakan tertentu dapat terlihat aurat pemakai.
4.
Islam
mengajarkan agar membudayakan Rasa Malu. Budaya malu yang dimaksudkan
disini adalah malu kepada Allah apabila
melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Globalisasi
merupakan salah satu tantangan besar yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia,
tak terkecuali oleh mahasiswa di seluruh Indonesia. Berbicara mengenai
globalisasi, pikiran kita pasti tertuju pada teknologi informasi dan komunikasi
yang bersumber dari ilmu pengetahuan. Pertanyaannya adalah, apakah mahasiswa
Indonesia mampu untuk bersaing di era globalisasi ini? Jawabannya, harus
mampu! Karena jika tidak, mahasiswa akan gagal dalam peranannya sebagai
mahasiswa.
Agen
social of change ataupun agen
social of control, selama ini sangat baik melekat pada mahasiswa. Sebutan
tersebut diberikan kepada mahasiswa atas jasa dan pengorbanannya dalam
perjuangan merespon balik segala bentuk kegelisahan masyarakat yang datang dari
para elite penguasa. Jika kita melihat sejenak ke belakang dalam runtutan
sejarah gerakan mahasiswa, maka bisa kita simpulkan bahwa tanpa peran
mahasiswa, maka negara ini tidak akan utuh berdiri dalam persaingan global.
Tercetusnya sumpah pemuda menjadi cikal bakal perjuangan para mahasiswa untuk
membangun kompetensi diri dan meningkatkan kualitas diri. Sebagai mahasiswa
yang dituntut dalam persaingan di era globalisasi ini, sejarah merupakan bahan
untuk perenungan dan pembelajaran para mahasiswa kearah yang lebih baik.
Tidak
bisa kita sangkal bahwa globalisasi mengantarkan para mahasiswa pada kondisi
kehidupan dibawah bayang-bayang apatisme, individualisme, materialisme, serta
hedonisme global. Jarang sekali mahasiswa mencoba berpikir tentang persoalan
kerakyatan, keagamaan, atau bagaimana konsep memajukan bangsa di era
globalisasi ini. Mereka lebih suka diajak bersenang-senang untuk kepentingan
pribadi yang bersifat sesaat, seperti kegiatan rekreatif. Maka, mentalitas yang
hedonis, individualis, dan sebagainya itu harus diubah kepada jati diri
mahasiswa yang mempunyai idealisme yang tinggi. Jika direnungkan, mahasiswa
Indonesia harus membekali diri dengan ilmu agama karena penanaman nilai-nilai
religius dan moralitas menjadi dasar pembentukan akhlak bangsa. Dan pasti saja
dapat menepis pengaruh negatif dari globalisasi. Selain itu, mahasiswa harus
kritis dan harus dihadapkan langsung pada persoalan-persoalan kerakyatan.
Di
era globalisasi ini, mahasiswa akan menghadapi tantangan yang berat. Persaingan
tidak hanya akan terjadi dengan lulusan dalam negeri, tetapi juga dengan luar
negeri. Globalisasi menuntut SDM yang berkualitas. Karena itu, mahasiswa harus
belajar, belajar, dan belajar! Selain itu, mahasiswa perlu membekali diri
dengan kursus atau pelatihan-pelatihan dan berorganisasi, misalnya saja kursus
bahasa asing. Dengan kursus tersebut, mahasiswa dapat memiliki
keahlian-keahlian yang sangat diperlukan di era globalisasi dan juga dapat
mengikuti perkembangan zaman. Berorganisasi pun sangat penting karena dalam
berorganisasi, mahasiswa dapat mengembangkan dirinya.
Sebenarnya,
globalisasi bagi mahasiswa ini merupakan proses untuk menuju kedewasaan dan
mewujudkan diri sebagai mahasiswa yang sanggup untuk berkompetisi dalam era
perkembangan zaman. Oleh karena itu, seorang mahasiswa harus menjadi pribadi
yang cerdas, kritis, dinamis, dan berempati dalam menghadapi persaingan di era
globalisasi ini. Yaitu mahasiswa yang mampu menggunakan akalnya dengan baik,
tidak mudah percaya dengan suatu kebenaran, mampu menempatkan dirinya dalam
berbagai situasi dan kondisi, dan mahasiswa yang selalu memperhatikan orang
lain. Jadilah mahasiswa yang dapat menjadi figur yang dapat dicontoh oleh
mahasiswa lainnya.
Mahasiswa Dalam Menyikapi Pengaruh Globalisasi Globalisasi
merupakan salah satu tantangan besar yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia,
tak terkecuali oleh mahasiswa di seluruh Indonesia. Berbicara mengenai
globalisasi, pikiran kita pasti tertuju pada teknologi informasi dan komunikasi
yang bersumber dari ilmu pengetahuan. Pertanyaannya adalah, apakah mahasiswa
Indonesia mampu untuk bersaing di era globalisasi ini? Jawabannya, harus
mampu! Karena jika tidak, mahasiswa akan gagal dalam peranannya sebagai
mahasiswa.
Agen social of change ataupun
agen social of control, selama ini sangat baik melekat pada mahasiswa. Sebutan
tersebut diberikan kepada mahasiswa atas jasa dan pengorbanannya dalam
perjuangan merespon balik segala bentuk kegelisahan masyarakat yang datang dari
para elite penguasa. Jika kita melihat sejenak ke belakang dalam runtutan sejarah
gerakan mahasiswa, maka bisa kita simpulkan bahwa tanpa peran mahasiswa, maka
negara ini tidak akan utuh berdiri dalam persaingan global. Tercetusnya sumpah
pemuda menjadi cikal bakal perjuangan para mahasiswa untuk membangun kompetensi
diri dan meningkatkan kualitas diri. Sebagai mahasiswa yang dituntut dalam
persaingan di era globalisasi ini, sejarah merupakan bahan untuk perenungan dan
pembelajaran para mahasiswa kearah yang lebih baik.
Tidak bisa kita sangkal
bahwa globalisasi mengantarkan para mahasiswa pada kondisi kehidupan dibawah
bayang-bayang apatisme, individualisme, materialisme, serta hedonisme global.
Jarang sekali mahasiswa mencoba berpikir tentang persoalan kerakyatan,
keagamaan, atau bagaimana konsep memajukan bangsa di era globalisasi ini.
Mereka lebih suka diajak bersenang-senang untuk kepentingan pribadi yang
bersifat sesaat, seperti kegiatan rekreatif. Maka, mentalitas yang hedonis,
individualis, dan sebagainya itu harus diubah kepada jati diri mahasiswa yang
mempunyai idealisme yang tinggi. Jika direnungkan, mahasiswa Indonesia harus
membekali diri dengan ilmu agama karena penanaman nilai-nilai religius dan
moralitas menjadi dasar pembentukan akhlak bangsa. Dan pasti saja dapat menepis
pengaruh negatif dari globalisasi. Selain itu, mahasiswa harus kritis dan harus
dihadapkan langsung pada persoalan-persoalan kerakyatan. Di era globalisasi ini, mahasiswa akan menghadapi
tantangan yang berat. Persaingan tidak hanya akan terjadi dengan lulusan dalam
negeri, tetapi juga dengan luar negeri. Globalisasi menuntut SDM yang
berkualitas. Karena itu, mahasiswa harus belajar, belajar, dan belajar! Selain
itu, mahasiswa perlu membekali diri dengan kursus atau pelatihan-pelatihan dan
berorganisasi, misalnya saja kursus bahasa asing. Dengan kursus tersebut,
mahasiswa dapat memiliki keahlian-keahlian yang sangat diperlukan di era
globalisasi dan juga dapat mengikuti perkembangan zaman. Berorganisasi pun
sangat penting karena dalam berorganisasi, mahasiswa dapat mengembangkan
dirinya. Sebenarnya, globalisasi bagi
mahasiswa ini merupakan proses untuk menuju kedewasaan dan mewujudkan diri
sebagai mahasiswa yang sanggup untuk berkompetisi dalam era perkembangan zaman.
Oleh karena itu, seorang mahasiswa harus menjadi pribadi yang cerdas, kritis,
dinamis, dan berempati dalam menghadapi persaingan di era globalisasi ini.
Yaitu mahasiswa yang mampu menggunakan akalnya dengan baik, tidak mudah percaya
dengan suatu kebenaran, mampu menempatkan dirinya dalam berbagai situasi dan
kondisi, dan mahasiswa yang selalu memperhatikan orang lain. Jadilah mahasiswa
yang dapat menjadi figur yang dapat dicontoh oleh mahasiswa lainnya.
Ciri-ciri
globalisasi itu sendiri dapat dilihat berikut ini:
1. Perubahan dalam bentuk ruang dan waktu, contohnya saja perkembangan telephone genggam yang saat ini bukan menjadi barang mewah lagi bagi masyarakat Indonesia.
2. Pasar dan produksi internasional, contohnya begitu terbukanya persaingan antar Negara seperti yang dialami oleh Indonesia, yang harus bersaing dengan cina dalam pasar terbuka.
1. Perubahan dalam bentuk ruang dan waktu, contohnya saja perkembangan telephone genggam yang saat ini bukan menjadi barang mewah lagi bagi masyarakat Indonesia.
2. Pasar dan produksi internasional, contohnya begitu terbukanya persaingan antar Negara seperti yang dialami oleh Indonesia, yang harus bersaing dengan cina dalam pasar terbuka.
3.
Peningkatan interaksi cultural. Contohnya saja perkembangan fashion di
Indonesia yang mengasusmsi dari kebudayaan barat.
4.
Meningkatnya masalah bersama. Contohnya saja Inflasi yang belum lama ini
melanda Amerika serikat berdampak besar bagi Negara-negara lainnya, seperti
Indonesia.
Pengaruh
Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme di Kalangan mahasiswa
Arus
globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi
tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri
sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul
dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang.
Dari
cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis
yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan
yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara
berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak
ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih
suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak
remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan
sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi
internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat
diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi
santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita
memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat
kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak
semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja,
ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat
menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan
handphone.
Dilihat
dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan
cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi
menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati
mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan
kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika
pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut?
Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan
muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada
rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat.
Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika
penerus bangsa tidak memiliki rasa nasionalisme?
Berdasarkan
analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada
pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi
pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.
Globalisasi
terjadi karena faktor-faktor nilai budaya luar, seperti:
a. selalu meningkatkan pengetahuan; f. etos kerja;
b. patuh hukum; g. kemampuan memprediksi;
c. kemandirian; h. efisiensi dan produktivitas;
d. keterbukaan; h. keberanian bersaing; dan
e. rasionalisasi; i. manajemen resiko.
a. selalu meningkatkan pengetahuan; f. etos kerja;
b. patuh hukum; g. kemampuan memprediksi;
c. kemandirian; h. efisiensi dan produktivitas;
d. keterbukaan; h. keberanian bersaing; dan
e. rasionalisasi; i. manajemen resiko.
Globalisasi
terjadi melalui berbagai saluran, di antaranya:
a. lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan;
b. lembaga keagamaan;
c. indutri internasional dan lembaga perdagangan;
d. wisata mancanegara;
e. saluran komunikasi dan telekomunikasi internasional;
f. lembaga internasional yang mengatur peraturan internasional; dan
g. lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler.
a. lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan;
b. lembaga keagamaan;
c. indutri internasional dan lembaga perdagangan;
d. wisata mancanegara;
e. saluran komunikasi dan telekomunikasi internasional;
f. lembaga internasional yang mengatur peraturan internasional; dan
g. lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler.
Globalisasi
berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang
dapat menerima adanya globalisasi, seperti generasi muda, penduduk dengan
status sosial yang tinggi, dan masyarakat kota. Namun, ada pula masyarakat yang
sulit menerima atau bahkan menolak globalisasi seperti masyarakat di daerah
terpencil, generasi tua yang kehidupannya stagnan, dan masyarakat yang belum
siap baik fisik maupun mental. Unsur globalisasi yang sukar diterima masyarakat
adalah sebagai berikut.
a. Teknologi yang rumit dan mahal.
b. Unsur budaya luar yang bersifat ideologi dan religi.
c. Unsur budaya yang sukar disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
a. Teknologi yang rumit dan mahal.
b. Unsur budaya luar yang bersifat ideologi dan religi.
c. Unsur budaya yang sukar disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Unsur
globalisasi yang mudah diterima masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Unsur yang mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
b. Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
c. Pendidikan formal di sekolah.
a. Unsur yang mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
b. Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
c. Pendidikan formal di sekolah.
Modernisasi
dan globalisasi membawa dampak positif ataupun negatif terhadap perubahan
Sosial dan budaya suatu masyarakat.Unsur globalisasi yang mudah diterima
masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Unsur yang mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
b. Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
c. Pendidikan formal di sekolah. www.crayonpedia.org
a. Unsur yang mudah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat.
b. Teknologi tepat guna, teknologi yang langsung dapat diterima oleh masyarakat.
c. Pendidikan formal di sekolah. www.crayonpedia.org
Penyebab
Merosotnya Moral
Kemerosotan
moral banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam masyarakat
sekitarnya. Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata
sosial dalam mengendalikan perubahan sosial yang negatif. Seperti yang kita
ketahui bahwa sebagian besar mahasiswa adalah anak kost yang tentunya jauh dari
pengawasan orang tua. Mayoritas kost memang memiliki penjaga, atau yang disebut
induk semang. Namun, ada pula yang tidak disertai penjaga. Lingkungan seperti
ini menyebabkan munculnya rasa bebas bertindak dari mahasiswa yang kost
tersebut.
Dunia
malam yang mayoritas dinikmati mahasiswa menimbulkan masalah yang begitu
kompleks, seperti narkoba, alkhohol, seks bebas, hingga merembet ke
kriminalitas. Hampir setiap malam diskotik-diskotik dipenuhi pengunjung, dan
sebagian besar dari mereka adalah mahasiswa.
Pada
kondisi budaya yang dapat dibilang tidak baik, para remaja mudah sekali
terpengaruh oleh hal-hal yang baru. Sebagai contoh adalah video porno. Memang
sepertinya tidak etis apabila kita menyebut video porno adalah sebuah
kebudayaan. Karena pada intinya kebudayaan adalah sesuatu karya manusia yang
berguna bagi manusia. Untuk kasus video porno ini dapat dikatakan sebagai
budaya yang enyimpang.
Hal ini
terjadi karena pengaruh media melalui tayangan-tayangan yang vulgar dan
cenderung untuk lebih mengarahkan konsumennya ke arah pornografi dan pornoaksi.
Tidak heran bila eksploitasi bentuk tubuh baik wanita maupun pria (terutama
dari kalangan wanita) selalu menjadi ukuran dalam segala hal. Tidak sulit saat
ini untuk mendapatkan gambar-gambar yang mempertontonkan bentuk tubuh lewat
majalah atau harian porno, menonton adegan-adegan kotor lewat VCD Porno, HP
juga menjadi alat penyebar pornoaksi, penampilan iklan yang menunjukkan
kemolekan tubuh. Pelayanan seks lewat telepon juga marak diiklankan dengan
bebas dan amat vulgar.
Rusaknya
moral via media juga tidak selalu berhubungan dengan pornografi dan pornoaksi,
tetapi juga berupa program yang menunjukan sarkasme dan kriminalisme. Secara
tidak langsung, tayangan ini terinternalisasi ke dalam diri penontonnya.
Sebagai contoh dari akibat dari hal ini adalah kasus perkelahian mahasiswa yang
kerap terjadi. Penyebab umumnya adalah karena hubungan percintaan dan minuman
keras.
Secara
garis besar, penyebab dari rusaknya moral generasi muda intelektual adalah
sebagai berikut: Tidak adanya pengawasan langsung dari pihak yang tepat.
Lingkungan sosial-budaya yang tidak sehat. Tayangan media massa yang tidak
baik, kurangnya pendidikan mengenai moral hinga tidak adanya kesadaran dari
para mahasiswa untuk memiliki ketahanan diri sebagai filter dari hal-hal yang
negatif.
Demoralisasi Mahasiswa Saat Ini
Era modern
ditandai dengan berbagai macam perubahan dalam masyarakat. Perubahan ini
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi (iptek), mental manusia, teknik dan penggunaannya dalam masyarakat,
komunikasi dan transportasi, urbanisasi, perubahan-perubahan pertambahan
harapan dan tuntutan manusia . Semuanya ini mempunyai pengaruh bersama dan
mempunyai akibat bersama dalam masyarakat, dan inilah yang kemudian menimbulkan
perubahan masyarakat.
Perubahan
ini sampai mengarah kepada perubahan mentalitas (moral). Khususnya, di kalangan
generasi muda (dalam hal ini mahasiswa) telah terlihat adanya pergeseran nilai
dan kecendrungan-kecendrungan pada aspek tertentu. Sangat disayangkan, era
modern hanya ditandai dengan gaya hidup yang serba hedonistis (keduniawian) dan
budaya glamour (just for having fun). Perilaku moral generasi muda telah
melampaui batas-batas norma. Potret buram generasi muda hari ini:
mabuk-mabukkan, berlagak preman (premanisme), penganut seks bebas (free sex),
tawuran antar pelajar, terlibat narkoba, dan lain sebagainya. Kondisi inilah
yang disebut demoralisasi, yaitu proses kehancuran moral generasi muda.
Akhir-akhir
ini permasalahan seks bebas di kalangan mahasiswa semakin memprihatinkan, terutama
yang kurang baik taraf penanaman keimanan dan ketaqwaannya. Beberapa kasus
video porno pasangan mahasiswa yang merebak di internet membuktikan bahwa moral
adalah sebuah hal yang tidak cukup penting untuk dipahami dan dilaksanakan oleh
sebagian mahasiswa.
Kemudian
kasus pencurian telepon genggam oleh mahasiswa yang ketika ditanya, ia mengaku
butuh uang untuk membeli narkoba. Kemudian kasus lainnya beberapa mahasiswa di
salah satu universitas negeri di Semarang tertangkap basah sedang mesum di
lingkungan kampus. Dan banyak contoh kasus lain perilaku amoral mahasiswa yang
kerap terjadi di Indonesia ini.
Sebuah
kasus yang menunjukan begitu rentannya pelajar dan mahasiswa mengalami
kerusakan moral adalah di Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar. Sebuah
penelitian menyebutkan bahwa sekitar 80% mahasiswi di sana telah kehilangan
keperawanan. Dari hal ini, kita mengetahui bahwa hampir tidak dapat dipisahkan
antara kaum muda intelek dengan pergaulan bebas.
Kondisi
ini juga berimbas terhadap down-nya mental generasi muda. Gejalanya bisa
dilihat dari pesimisme generasi muda baik dalam mengeluarkan ide/gagasan
ataupun dalam menyikapi perkembangan. Tidak jarang ditemukan mahasiswa yang
minder sendiri karena ketidakmampuannya mengoperasikan teknologi informasi,
seperti: komputer ataupun internet atau juga mahasiswa yang terganggu
mentalitas kejiwaannya karena tidak sanggup berhadapan dengan kompleksitas
persoalan hidup.
Telah
terjadi pergeseran nilai hidup dari sebagian mahasiswa dari menuntut ilmu dan
berkarya ke menikmati hidup dan menikmati karya. Dengan kata lain kurangnya
internalisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi di kalangan mahasiswa. Imbasnya,
mahasiswa lebih suka berdemo menuntut pemerintah membatalkan kebijakan yang
dianggap merugikan masyarakat daripada berkarya untuk mengatasi tantangan yang
dapat berguna bagi rakyat. Seharusnya mahasiswa yang kreatif dan bermoral
tinggi memiliki kepekaan yang lebih berupa tindakan nyata dan langsung sebagai
bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Demonstrasi
yang akhir-akhhir ini kerap terjadi hampir selalu berakhir dengan bentrokan.
Bentrokan juga merupakan suatu bentuk dari tindakan amoral karena bertujuan
untuk menyakiti musuhnya. Di lain waktu juga terlihat amoralitas mahasiswa
dimana mahasiswa tidak memiliki rasa hormat terhadap orang lain ketika membakar
foto Presiden.
Ini adalah
potret buram betapa negeri ini masih perlu untuk belajar berdemokrasi dengan
bijak. Tidak semata-mata atas nama hak asasi manusia setiap orang boleh
melakukan apa saja yang ia ingin ia lakukan. Nilai-nilai Pancasila yang luhur
merupakan ajaran moral yang mendasar dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Tetapi pada kenyataannya saat ini Pancasila justru banyak
dipertanyakan relevansinya dalam era moderenitas-globalisasi.
Pada hakikatnya
ajaran moral Pancasila meliputi segala bidang, dari agama, sosial-budaya,
politik, hankam, pendidikan serta ekonomi. Namun, jauhnya relasi antara warga
dengan Pancasila ini telah menimbulkan masalah moral yang juga begitu kompleks
di segala bidang. Dalam hal ini, yang penulis soroti adalah bidang pendidikan.
Kondisi pendidikan kita saat ini jauh dari upaya untuk menjaga atau memperbaiki
moral. Di dunia sekolah pada kurikulum 1984, terdapat mata pelajaran Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) yang memiliki esensi sebagai peljaran moral yang berdasar
Pancasila. Namun, pada kurikulum 1994 pelajaran ini dihapuskan dan diganti
dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dengan maksud untuk
menumbuhkan rasa cinta tanah air, sementara itu pendidikan tentang moral masuk
ke dalam Pendidikan Agama yang pada penerapannya lebih pada kehidupan beragama
itu sendiri. Dan setelah itu, pada kurikulum 2004 PPKn juga diganti dengan
Pendidikan Kewarganegaraan saja tanpa Pancasila. Secara otomatis nilai-nilai moral
yang ada dalam Pancasila tidak lagi dipelajari dan ditanamkan pada diri siswa.
Di dunia
perguruan tinggi moral bahkan tidak pernah disosialisasikan kepada mahasiswa
secara formal atau masuk ke dalam mata kuliah secara khusus. Moral tersubstansi
dalam MPK yaitu mata kuliah pengembangan kepribadian meliputi Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Hal ini cenderung
membuat mahasiswa kurang memahami pentingnya moral dalam kehidupan akademis
mereka maupun sebagai aplikasi di masyarakat kelak
Solusi
Kompleksitas
demoralisasi mahasiswa saat ini memang memerlukan solusi yang tepat agar
kelestarian moral yang ada pada mahasiswa dapat terjaga. Mahasiswa adalah agen
pembangunan dan moral adalah perawat dari agen tersebut. Rusaknya moral butuh
penanganan dari berbagai aspek, meliputi sosial-budaya, agama, pendidikan,
serta politik dan hukum.
Pada aspek
sosial-budaya dibutuhkan perbaikan kondisi sosial dan penyaringan budaya (culture
filtering) dalam lingkungan mahasiswa. Perbaikan tersebut dapat berupa
penataan sistem sosial dimana masing-masing komponennya berfungsi secara
positif. Dan bentuk culture filtering adalah berupa sosialisasi dan
internalisasi kearifan lokal yang berfungsi positif dalam proses akulturasi
kebudayaan.
Di bidang
keagamaan, agama memiliki kearifan yang luhur dalam urusan moral. Masing-masing
agama memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi pada akhirnya bertujuan untuk
mengatur manusia agar tetap dalam jalan yang benar.
Dunia
pendidikan adalah tempat dimana mahasiswa berkecimpung. Hakikat pendidikan
adalah membentuk manusia seutuhnya. Seutuhnya berarti tidak berperilaku seperti
binatang, dengan kata lain berperilaku sesuai akal pikiran dan hati nurani.
Berperilaku sesuai dengan akal, pikiran dan hati nurani berarti berdasarkan
nilai-nilai moral. Diperlukan pendidikan moral yang secara khusus merujuk pada soft
skill mahasiswa sebagai dasar berperilaku akademis
Politik
dan hukum menyangkut kebijakan penguasa atau pemerintah. Pemerintah seharusnya
berperan aktif dalam upaya perbaikan moral. Peran aktif tersebut dapat berupa
program-program penyuluhan atau bimbingan. Lalu hukum yang tegas dan adil harus
ditegakan untuk memberikan efek takut bagi yang belum melanggar dan efek jera
bagi yang sudah dihukum.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan dasar solusi dalam upaya perbaikan moral.
Solusi-solusi tersebut yaitu:
·
Kualitas keimanan. Sebagai umat beragama, mahasiswa harus memiliki keimanan
yang teguh sebagai pegangan dalam berperilaku yang positif. Karena setiap agama
pasti memiliki nilai-nilai moral yang luhur dan arif.
·
Kualitas keilmuan. Mahasiswa di negeri ini harus memiliki intelegensi agar
tidak mudah dibodohi oleh kebudayaan asing yang buruk. Selain itu agar
mahasiswa memiliki kemampuan yang prima tekait bidang teknologi dan informasi.
Dengan itu secara otomatis akan memunculkan kondisi moral yang baik pula.
·
Kualitas keamalan. Mahasiswa harus memiliki etos kerja yang tinggi. Yang juga
akan menjauhkan mereka dari kegiatan yang kurang bermanfaat.
Moral yang
merupakan keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku sudah mulai tidak lagi
digunakan sebagai penunjuk jalan berperilaku, terutama bagi mahasiswa yang
merupakan agen pembangunan. Demoralisasi kaum akademik ini sangat berpengaruh
terhadap kualitas sumber daya manusia baik untuk saat ini maupun untuk masa
depan kelak. Secara umum bentuk dari perilaku amoral mahasiswa adalah seks
bebas, minuman keras, narkoba, perkelahian atau juga tawuran, kriminalitas dan
lain-lain. Semua hal tersebut ditandai dengan budaya hura-hura, mengutamakan
duniawi dan konsep just for having fun.
Implementasi
solusi yang tepat untuk mengatasi demoralisasi mahasiswa adalah berupa
penanaman nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan keimanan pada
masing-masing agamanya, pembekalan ilmu yang cukup sebagai referensi dalam
bertindak, dan yang terakhir adala pengamalan mahasiswa yang memiliki ethos
kerja tinggi dalam rangka berkarya untuk masyarakat.
http://tapurnomo.blogspot.com/2010/03/merosotnya-moral-mahasiswa-sebagai-agen.html
PERUBAHAN OLEH ARUS GLOBALISASI
1. Menggeser Pola Hidup Masyarakat.
Dari agraristradisional menjadi masyarakat industri modern. Darikehidupan berasaskan kebersamaan, kepada kehidupanindividualis.
Dari lamban kepada serba cepat.Dari berasas
nilai sosial menjadi konsumerismaterialis.
Dari tata kehidupan tergantung dari alamkepada kehidupan menguasai alam. Dari kepemimpinanformal kepada
kepemimpinan kecakapan (profesional).
No comments:
Post a Comment