PENGARUH TATA LETAK (LAYOUT) KANTOR TERHADAP KEPUASAN NASABAH
1.
PELAYANAN
Menurut Kasmir (2008:15) pelayanan diberikan
sebagai tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan
kepuasan kepada pelanggan atau nasabah. Tindakan tersebut dapat dilakukan
dengan cara tidak langsung. Pelayanan secara langsung dilakukan oleh karyawan
dengan berhadapan langsung dengan nasabah/pelanggan sedangkan pelayanan tidak
langsung dilakukan oleh mesin seperti Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Menurut Kotler dalam Hasibuan (2004:152)
pelayanan atau service adalah setiap kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan
suatu pihak lainnya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat
pemilikan sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu
produk fisik.
Kemudian selanjutnya Hasibuan (2004:152),
pelayanan adalah kegiatan pemberian jasa dari satu pihak kepada pihak lainnya.
Pelayanan yang baik adalah pelaynan yang dilakukan secara ramah tamah, adil,
cepat, tepat, dan dengan etika yang baik sehingga memenuhi kebutuhan dan kepuasan
bagi yang menerimanya.
2.
KUALITAS PELAYANAN
Menurut America Society for Quality Control
dalam Lupiyoadi (2001:144) kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan
karakteristik-karakteristik dari suatu produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten.
Lupiyoadi (2001:148) memaparkan salah satu
pendekatan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model
SERVQUAL (Service Quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithamal, dan
Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa : reparasi,
peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh,
perbankan ritel, dan pialang sekuritas. SERVQUAL dibangun atas adanya
perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata
mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya
diharapkan/diinginkan (expected service).
Pasuraman, et. al, 1998 dalam Lupiyoadi
(2001:148) menjelaskan jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan
dapat dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan,
maka layanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan
harapan, maka layanan disebut memuaskan. Dengan demikian, service quality dapat
didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan
pelanggan atas layanan yang mereka terima.
Pasuraman, et. al. 1998 dalam Lupiyoadi
(2001:148), dalam salah satu studi mengenai servqual yang melibatkan 800
pelanggan (yang terbagi dalam 4 perusahaan) berusia 25 tahun ke atas
disimpulkan bahwa terdapat lima dimensi servqual sebagai berikut :
a Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan
suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal.
Penampilan dan kemampuan antara sarana dan prasarana fisik perusahaan dan
keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan
oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain
sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta
penampilan pegawainya.
b Realibility, atau keandalan yaitu kemampuan
perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti
ketepatan waktu pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan,
sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.
c Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu
kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan
tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Memberikan
konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan suatu
persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan
d Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu
pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan
rasa percaya diri para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa
komponen komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.
e Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus
dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan
dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan
memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan secara spesifik serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi
pelanggan.
3.
TATA LETAK (LAYOUT)
Terdapat berbagai pernyataan tentang layout
menurut para ahli, diantaranya adalah:
Heizer dan Render (2006:450) menyatakan tata
letak (layout) merupakan salah satu keputusan strategis operasional yang
menentukan efisiensi operasi perusahaan dalam jangka panjang. Tata letak
memiliki banyak dampak yang strategis karena tata letak menentukan daya saing
perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibilitas, dan biaya, serta
kualitas lingkungan kerja, kontak pelanggan, dan citra perusahaan. Tata letak
yang efektif dapat membantu organisasi mencapai sebuah strategi yang menunjang
diferensiasi, biaya rendah, atau respon cepat.
Selanjutnya Kasmir dan Jakfar (2010:152)
menyatakan tata letak (layout) merupakan suatu proses dalam penentuan bentuk
dan penempatan fasilitas yang dapat menentukan efisiensi produksi/operasi.
Layout dirancang berkenaan dengan produk, proses, sumber daya manusia, dan
lokasi sehingga dapat tercapai efisiensi operasi.
Menurut Sumayang (2003:133) tata letak ruang
(layout design) adalah tatanan secara fisik dari suatu terminal kerja beserta
peralatan dan perlengkapan yang mengacu kepada proses produksi. Dan merupakan
pengaturan letak dari sumber-sumber yang digunakan dalam proses produksi, yang
akan mengatur arus material, produktivitas dan hubungan antar manusia.
Dari beberapa defenisi atau pengertian yang
dinyatakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tata letak merupakan suatu hal
yang sangat berperan penting bagi kelangsungan dan pencapaian tujuan organisasi
atau perusahaan.
4.
JENIS-JENIS TATA LETAK
Heizer dan Render (2006:451) memaparkan bahwa
terdapat beragam jenis atau tipe tata letak yang telah dikembangkan
diantaranya:
a Tata letak dengan posisi tetap. Dalam tata
letak dengan posisi tetap (fixed-position layout), proyek tetap berada dalam
satu tempat sementara para pekerja dan peralatan datang pada tempat tersebut.
b Tata letak yang berorientasi pada proses (process-oriented
layout), dapat menangani beragam barang atau jasa secara bersamaan. Ini
merupakan cara tradisional untuk mendukung sebuah strategi diferensiasi produk.
Tata letak ini paling efisien disaat pembuatan produk yang memiliki persyaratan
berbeda, atau disaat penanganan pelanggan, pasien, atau klien dengan kebutuhan
yang berbeda. Tata letak ini biasanya memiliki strategi volume rendah dengan
variasi tinggi.
c Tata letak kantor. Menempatkan para pekerja,
peralatan mereka, dan ruangan/kantor yang melancarkan aliran informasi.
d Tata letak ritel (ritel layout), didasarkan
pada ide bahwa penjualan dan keuntungan bervariasi bergantung kepada produk
yang dapat menarik perhatian pelanggan.
e Tata letak gudang dan penyimpanan (warehose
layout). Tujuan tata letak ini untuk menemukan titik optimal diantara biaya
penanganan bahan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan luas ruang dalam gudang.
Sebagai konsekuensinya, tugas manajemen adalah memaksimalkan penggunaan setiap
kotak dalam gudang yaitu memanfaatkan volume penuhnya sambil mempertahankan
biaya bahan yang rendah. Biaya penanganan bahan adalah biaya-biaya yang
berkaitan dengan transportasi barang masuk, penyimpanan, dan transportasi
barang keluar untuk dimasukkan dalam gudang. Biaya-biaya ini meliputi
peralatan, orang, bahan, biaya pengawasan , asuransi, dan penyusutan. Tata
letak gudang yang efektif juga meminimalkan kerusakan bahan dalam gudang.
f Tata letak yang proses produksi berulang dan
berorientasi pada produk. Disusun di sekeliling produk atau keluarga produk
yang sama yang memiliki volume tinggi dan
bervariasi rendah.
Dari beberapa jenis tata letak yang telah
dikembangkan diatas, yang paling sesuai dengan fungsi atau bidang usaha yang
dijalankan bank adalah jenis tata letak (layout) kantor. Hal ini dikarenakan
bank merupakan perusahaan jasa dalam bidang keuangan yang selain menggunakan
kantor sebagai tempat untuk kegiatan operasional internal perusahaan juga
menggunakannya sebagai tempat bertransaksi atau berhubungan dengan para
nasabahnya.
5.
TUJUAN PERENCANAAN TATA LETAK
Menurut Russel dan Taylor (2000), Chase et.
al. (2001), dan Dervitsiotis (1981)
dalam Haming dan Nurjamuddin, (2007:292), tujuan tata letak adalah
meminimumkan material handling cost, meningkatkan efisiensi utilisasi ruangan,
meingkatkan efisiensi utilisasi tenaga kerja pabrik, mengurangi kendala proses,
dan memudahkan komunikasi dan interaksi antara para pekerja, pekerja dengan
supervisinya, dan atau antara para pekerja dengan para pelanggan perusahaan.
Epha (2010) memaparkan dalam menyusun ruang
kerja perkantoran, ada beberapa tujuan yang dicapai. Tujuan itu merupakan pula
syarat yang seharusnya dipenuhi dalam setiap tata ruang kantor yang baik.
Tujuan yang seharusn ya dijadikan pedoman ialah :
a Pekerjaan di kantor itu dalam proses
pelaksanaannya dapat menempuh jarak yang sependek mungkin.
b Rangkaian aktivitas tata usaha dapat mengalir
secara lancar.
c Segenap ruang dipergunakan secara efisien
untuk keperluan pekerjaan.
d Kesehatan dan kepuasan bekerja para pegawai
dapat terpelihara.
e Pengawasan terhadap pekerjaan dapat
berlangsung secara memuaskan.
f Pihak luar yang mengunjungi kantor yang
bersangkutan mendapat kesan yang baik tentang organisasi.
g Susunan tempat kerja dapat dipergunakan untuk
berbagai pekerjaan dan mudah diubah sewaktu-waktu diperlukan.
Dengan demikian, secara umum tujuan dari
perencanaan tata letak adalah untuk mendapatkan susunan tata letak yang paling
optimal dari fasilitas-fasilitas produksi atau jasa yang tersedia dalam
perusahaan. Dengan adanya susunan tata letak yang optimal, maka diharapkan arus
kerja atau proses produksi dapat berjalan dengan lancar dan karyawan akan mampu
melaksanakan pekerjaannya dengan baik serta hubungan dengan para pelanggan atau
nasabah menjadi lebih baik.
6.
PERTIMBANGAN PENENTUAN LAYOUT KANTOR BANK
Menurut Kasmir (2005:169) pertimbangan penentuan
layout kantor bank meliputi gedung dan ruangan bank. Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penentuan layout gedung dan
ruangan bank:
a Layout Gedung
1) Bentuk gedung yang memberikan kesan bonafid,
artinya gedung tersebut megah atau terkesan kuno.
2) Lokasi psrkir luas dan aman.
3) Keamanan di sekitar gedung juga harus
dipertimbangkan dengan menyediakan pos-pos keamanan yang dianggap perlu.
4) Tersedia tempat ibadah, terutama apabila bank
tersebut terletak di gedung tersendiri.
5) Tersedia telepon umum atau fasilitas lainnya
khusus untuk nasabah.
b Layout Ruangan
1) Suasana ruangan terkesan luas dan lega.
2) Tata letak kursi dan meja yang tersusun rapi
dan dapat dengan mudah dipindah-pindahkan.
3) Hiasan dalam ruangan yang menarik, sehingga
ada rasa kenyamanan nasabah dan berfungsi juga untuk mengusir kebosanan.
7.
KEPUASAN NASABAH
Menurut Kotler dan Susanto (2000:52) kepuasan
adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja tingkat
perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan
dibandingkan dengan harapannya.
Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari
perbedaan antara kinerja yang dia rasakan dengan harapan. Pelanggan dapat
mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan yang umum. Apabila kinerja
dibawah harapan pelanggan puas dan apabila kinerja melebihi harapan pelanggan
sangat puas, senang atau gembira.
Menurut Day dalam Tjiptono (2006:146) kepuasan
atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau
norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah
pemakaiannya. Engel, et. al. (1990) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan
merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya
memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan
pelanggan.
Berdasarkan uraian diatas perlu diketahui
bahwa kepuasan memiliki subjek yaitu pelanggan dan objek yaitu produk. Produk
itu dapat berupa barang atau jasa. Produk juga dapat dipandang sebagai satu
keseluruhan maupun karakteristik-karakteristik produknya. Karakteristik sering
disebut sebagai sifat, atribut atau dimensi. Jadi segi yang terakhir itu bukan
sebagai satu keseluruhan tetapi terdiri dari berbagai atribut, misalnya
kepuasan pelanggan terhadap warnanya, daya tahannya, keramahan pekerja pemberi
jasa, kebersihan dan kenyamanan tempat pemberian layanan lain-lain.
8.
FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEPUASAN NASABAH
Secara umum Lupiyoadi (2000:158) menjelaskan
bahwa ada lima faktor utama yang harus diperhatikan perusahaan dalam menentukan
kepuasan pelanggan. Kelima faktor tersebut dipaparkan sebagai berikut:
a Kualitas Produk
Pelanggan akan merasa puas apabila hasil evakuasi mereka
menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
b Kualitas Pelayanan
Pada industri jasa, pelanggan akan merasa puas apabila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Apabila
pencapaian kepuasan pelanggan ditindak lanjuti melalui kualitas pelayanan, maka
dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan antara lain:
1) Memperkecil kesenjangan-kesenjangan yang
terjadi antara pihak manajemen dan pelanggan.
2) Perusahaan harus mampu membangun komitmen
bersama menciptakan visi didalam perbaikan proses layanan, yang termasuk di
dalamnya adalah memperbaiki cara berpikir, perilaku, kemampuan, dan pengetahuan
dari semua sumber yang ada.
3) Memperbaiki kesempatan kepada pelanggan untuk
menyampaikan keluhan.
4) Mengembangkan dan menerapkan accountable,
proactive, dan partnership marketing sesuai dengan situasi pemasaran.
c Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang
lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan merek tertentu yang cenderung
mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
d Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
e Biaya
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak
perlu mebuang waktu untuk mendapatkan produk atau jasa.
Kemudian secara lebih khusus Kasmir (2008:162)
memaparkan beberapa hal yang perlu dilakukan atau dilaksanakan pihak bank agar
tingkat kepuasan nasabah meningkat adalah sebagai berikut:
a Memerhatikan kualitas pelayanan dari staf bank
yang melayani nasabah dengan keramahan, sopan santun, serta pelayanan yang
cepat dan efisien. Staf bank disini mulai staf paling bawah sampai dengan
pimpinan tertinggi di bank tersebut.
b Faktor pendekatan dan kedekatan untuk
berinteraksi dengan staf bank tersebut. Nasabah diberlakukan seperti teman
lama, sehingga timbul keakraban dan kenyamanan selama berhubungan dengan bank.
c Harga yang ditawarkan, pengertian harga disini
untuk bank yaitu baik bunga simpanan maupun pinjaman atau bagi hasil dan biaya
administrasi yang ditawarkan kompetitif dengan bank lain.
d Kenyamanan dan keamanan lokasi bank sebagai
tempat bertransaksi, dalam hal ini nasabah selalu merasakan adanya kenyamanan
baik di luar bank maupun di dalam bank. Nasabah juga tidak merasa khawatir bila
berhubungan dengan bank.
e Kemudahan memperoleh produk bank. Artinya,
jenis produk yang ditawarkan lengkap dan tidak memerlukan prosedur yang
berbelit-belit atau persyaratan yang memberatkan seperti misalnya dalam hal
permohonan kredit.
f Penanganan komplain atau keluhan. Artinya
setiap ada keluhan atau komplain yang dilakukan nasabah harus ditanggapi dan
ditangani secara cepat dan tepat.
g Kelengkapan dan kegunaan produk termasuk
kelengkapan fasilitas dan produk yang ditawarkan, misalnya tersedianya
fasilitas ATM di berbagai lokasi-lokasi strategis.
h Perhatian terhadap nasabah di masa mendatang
terutama terhadap pelayanan purnajualnya.
i
Dan hal
lainnya.
9.
PENGUKURAN KEPUASAN NASABAH
Agar kita dapat mengetahui puas atau tidaknya
nasabah dalam berhubungan dengan bank, maka diperlukan adanya alat ukur untuk
menentukan seberapa besar kepuasan nasabah. Menurut Kotler dalam Kasmir
(2008:163) pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan melalui empat sarana,
yaitu:
a Sistem keluhan dan usulan
Artinya, seberapa banyak keluhan atau komplain yang dilakukan
nasabah dalam suatu periode, makin banyak berarti kurang baik demikian pula
sebaliknya. Untuk itu perlu adanya sistem dalam menangani keluhan dan usulan.
b Survei kepuasan pelanggan
Dalam hal ini bank perlu secara berkala melakukan survei baik
melalui wawancara maupun kuesioner tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan bank tempat nasabah melakukan transaksi selama ini. Untuk itu perlu
adanya survei kepuasan konsumen.
c Konsumen samaran
Bank dapat mengirim karyawannya atau melalui orang lain untuk
berpura-pura menjadi nasabah guna melihat pelayanan yang diberikan oleh
karyawan bank secara langsung, sehingga terlihat jelas bagaimana karyawan
melayani nasabah sesungguhnya.
d Analisis mantan pelanggan
Dengan melihat catatan nasabah yang pernah menjadi nasabah bank
guna mengetahui sebab-sebab mereka tidak lagi menjadi nasabah bank kita.
10. HUBUNGAN LAYOUT KANTOR DENGAN KEPUASAN NASABAH
Menurut Kotler dan Susanto (2000:52) kepuasan
adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil)
yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya dan menurut Day dalam Tjiptono
(2006:146) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan
terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan
sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.
Kepuasan pelanggan ditentukan lima faktor,
salah satu dari faktor tersebut seperti yang dikemukakan oleh Lupiyoadi
(2000:158) adalah kualitas pelayanan. Pada industri jasa, pelanggan akan merasa
puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang
diharapkan. Kemudian Pasuraman, et. al. 1998 dalam Lupiyoadi (2001:148)
menjelaskan jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dapat
dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, maka
layanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan,
maka layanan disebut memuaskan.
Dalam model pendekatan SERVQUAL (Service
Quality) yang dijadikan acuan dalam riset pemasaran yang dikembangkan oleh
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap
enam sektor jasa: reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi,
sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas
menyimpulkan bahwa terdapat lima dimensi yang berkaitan dengan layout kantor
tersebut adalah dimensi tangibles. Pasuraman ,et. al, 1998 dalam Lupiyoadi
(2001:148), menjelaskan tangibles atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu
perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan
dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang dan lain sebagainya),
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan
pegawainya.
Berdasarkan telaah teoritis yang dipaparkan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa layout kantor berhubungan terhadap
kepuasaan nasabah.
DIKUTIP DARI :
Affandi Agus, 2011, Pengaruh Pelatihan dan Masa Kerja terhadap
Prestasi kerja karyawan (Studi pada Bank BRI Cabang Martadinata Kota Malang)
Alwi, Syafaruddin, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi
kedua, cetakan pertama, Penerbit : BPFE – Yogyakarta
Arikunto, S. 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta
Dessler, Gary, 2006, Human
Resource Management, edisi kesembilan, Penerbit : Indeks, Jakarta
Fadliah Nasaruddin, 2011, Pengaruh pendidikan, pelatihan dan Masa
Kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Bank Negara Indonesia, Tbk.
Foster, Bill, 2001. Pembinaan untuk Peningkatan Prestasi Kerja
karyawan, Penerbit : PPM : Jakarta
Flippo, Edwin, B.. 2008. Manajemen Personalia. Edisi ketujuh,
penerbit : Erlengga, Jakarta
Hasibuan, Malayu, SP. 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi
revisi, cetakan keenam, Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta.
McKenna Eugene, dan Nic Beech, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi
pertama, cetakan pertama, penerbit : Andi, Yogyakarta
Nitisemito S, Alex, 1996, Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya
Manusia) cetakan kesembilan, edisi ketiga, Penerbit : Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Nawawi, Hadari, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan pertama, penerbit :
Ghalia Indonesia, Jakarta
Rachmawati Ike Kusdyah, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi
pertama, cetakan pertama, Penerbit : Andi Offset, Jakarta
Simamora, Henry, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi
keempat, cetakan kedua, Penerbit : YKPN, Yogyakarta
Sedarmayanti, 2008, Manajemen Sumber Daya manusia, cetakan
kedua, Penerbit : Mandar Maju, Bandung
Siagian, P. Sondang, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
pertama, Cetakan keenam belas, Penerbit : Bumi Akasara, Jakarta
Sumarni, 2004, Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam Perusahaan Modern, Penerbit :
CV Pradya Pramita, Bandung
Sutrisno, Edy, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
pertama, cetakan pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Sofyandi, Herman, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
pertama, cetakan pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta
Teguh, Sulistiyani Ambar dan Rosidah.
2009. Manajemen Sumber daya Manusia. Edisi
kedua, cetakan pertama, Penerbit : Graha Ilmu Jakarta
Veithzal Rivai, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk
Perusahaan, edisi pertama, cetakan kedua, Penerbit : Raja Garfindo Persada,
Jakarta
Widjaya, A.W. 2002, Administrasi Kepegawaian : Suatu Pengantar,
Penerbit : CV. Rajawali, Jakarta
Yuniarsih Tjutju, dan Suwatno, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan
pertama, Penerbit : Alfabeta, Bandung
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, 2005. Sinar Grafika :
Jakarta
No comments:
Post a Comment